Jakarta Perlu Tangan Besi Tetapi Demokratis

 

 
Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua sudah tinggal menghitung hari. Begitu banyak informasi yang beredar. Begitu banyak janji-janji yang diberikan oleh para Paslon. Rakyat hanya membutuhkan kerja nyata dari pemimpinnya bukan hanya sekedar janji-janji. Bukan hanya sebatas retorika belaka.
 

Pilkada DKI Jakarta memang harus diakui sangat menggiurkan bagi semua orang. Karena menjadi pemimpin no. 1 di DKI Jakarta hampir sama setaranya dengan Presiden RI. Hal ini dikarenakan kedua pemimpin tersebut (Gubernur dan Presiden) berada dalam satu panggung yang sama.

Sepanjang sejarahnya Gubernur DKI Jakarta hingga saat ini adalah 17 orang sampai kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dari 17 gubernur ini yang paling sering untuk menjadi perbincangan adalah Ali Sadikin, Sutiyoso dan pasangan maut Jokowi-Ahok hingga akhirnya Ahok.Agen Bola

Mengapa mereka paling sering dibicarakan ? Karena masing-masing gubernur tersebut menerapkan tangan besi mereka selama memimpin di eranya masing-masing. Ketika para gubernur tersebut menerapkan tangan besi mereka, barulah segala keputusan dapat dijalankan.

Era gubernur Ali Sadikin yang melegalkan lokasi perjudian. Hal ini dilakukannya oleh karena diperlukan dana untuk membangun sekolah, Puskesmas dan jalan tetapi anggaran Pemda tidak mencukupi.
Era Sutiyoso yang paling kontroversi pada waktu itu adalah kebijakan terhadap angkutan umum busway dan proyek pemagaran taman di kawasan Monas Jakarta Pusat

Era Jokowi yang paling kontroversi adalah pengambilalihan pengelolaan sumber air minum, peningkatan upah minimum provinsi, pendirian PT. Transjakarta, pengandangan Metromini dan Kopaja, penentangan mobil murah, rotasi jabatan, lelang jabatan sampai kepada polemik Lurah Susan.Judi Casino Online

Ketiga gubernur diatas harus berani dan tegas serta tidak mengenal kompromi dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil demi kesejahteraan rakyat Jakarta. Banyak hadangan dan rintangan dalam mengambil keputusan kontroversi ini. Kalau bukan tangan besi bagaimana bisa gubernur mengambil keputusan ?

Lalu, bagaimana dengan Ahok ?

Sepak terjangnya di bidang reformasi birokrasi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta banyak diacungi jempol. Pria yang pernah diangkat sebagai tokoh anti-korupsi ini juga tak segan-segan melontarkan kata-kata pedas saat melakukan sidak ke sejumlah tempat. Sikapnya yang tegas tanpa tedeng aling-aling kerap membuat sejumlah orang meradang.Poker Domino99 Online Terpercaya

Ahok bahkan nekat keluar dari Partai Gerindra yang membawanya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Langkah itu diambil karena perbedaan pendapat terkait UU Pilkada.

Ketika atasannya Joko Widodo resmi terpilih menjadi Presiden ke-7 RI, Ahok yang kemudian diangkat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta juga tak gentar menghadapi beragam kecaman dan aksi demontrasi menentang dirinya. Adalah Front Pembeli Islam (FPI) salah satu ormas yang menentang Ahok menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo.

Beberapa kebijakan tangan besi Ahok semasa menjadi Gubernur DKI Jakarta

1. Pelarangan sepeda motor lewat jalan protokol
Peraturan larnagan sepeda motor lewat jalan protokol mulai diberlakukan akhir Desember 2014. Tujuannya untuk mengurangi dampak kemacatan

2. Relokasi warga Kampung Pulo
Ahok menilai relokasi merupakan cara yang paling tepat untuk menormalisasi sungai-sungai sehingga mengurangi banjir di Jakarta

3. Larangan penyembelihan hewan di sembarang tempat
Dasar hukum peraturan yang diterapkan adalah Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 168 tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan dan Pemotongan Hewan

4. Pembatasan lokasi unjuk rasa
Ahok beralasan, diterbitkannya peraturan tersebut bertujuan agar kegiatan unjuk rasa tertib dan tidak merugikan warga masyarakat lainnya yang beraktivitas

5. Bongkar pasang pejabat
Meski mendapat perlawanan dari DPRD Ahok tetap pada pendiriannya. Ahok mengibaratkan dirinya sebagai pelatih tim sepak bola, sementara pejabat yang diganti adalah pemain yang tidak dapat bermain dengan baik. Togel Online

Untuk memimpin DKI Jakarta memang diperlukan tangan-tangan besi tetapi tidak melukai rakyatnya. Walaupun bertangan besi tetapi mereka tetap sebagai panglima terdepan untuk membela rakyatnya. Membela dari para pencuri, koruptor dan penindas diantara kaum lemah.

Nah, melihat track record para gubernur DKI Jakarta, apakah mungkin Jakarta diserahkan kepada Paslon no. 3 yang sampai saat ini hanya bisa beretorika dan membuat janji-janji? Sementara Cawagub no 3 masih berupaya keluar dari himpitan jerat hukum yang saat ini menghampirinya.
Jakarta perlu pemimpin tangan besi dan demokratis. Itu hanya ada pada Paslon no. 2

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.